Monday, March 16, 2015

Hukum Perdata

Share it Please
1.      Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
1.1             Sejarah Singkat Hukum Perdata
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak terlepas dari sejarah Hukum Perdata di Eropa.
Bermula di benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya hokum tertulis dan hukum kebiasaan setempat. Diterimanya hukum perdata romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari Negara-negara di Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat disebut “Code Napoleon”, karena Code Civil des Francais ini adalah sebagian dari Code Napoleon.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu dipergunakan juga Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jernonia dan Hukum Cononiek.
Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada dijaman Romawi antara lain masalah wessel, asuransi dan badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan nama “Code De Commerce”.
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingericht Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sebagai Hukum Perdata di Belanda (Netherland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kordifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van Koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francaisdan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948,kedua produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas Koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van Koophandle).

1.2             Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di masyarakat.
Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Perdata.
Untuk Hukum Privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan Hukum Sipil juga digunakan sebagai lawan bagi militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat materiil (Hukum Perdata materiil).
Dan pengertian dari Hukum Privat (Hukum Perdata materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan didalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti didalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam hubungan terhadap orang lain didalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat materiil, juga dikenal Hukum Perdata formil yang lebih dikenal sekarang HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Didalam pengertian sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.

            Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia
Mengenai keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakana masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1.      Faktor Ethnis disebabkan karena keanekaragaman Hukum Adat di Indonesia, karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.      Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S yang membagi penduduk Indonesia kedalam 3 golongan, yaitu:
a.      Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
b.      Golongan Bumi Putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c.      Golongan Timur asing (bangsa Cina, India, Arab).
Dan pasal 131.I.S yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163.I.S diatas.
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:
a.      Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yan diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda yang berdasarkan azas konkordasi.
b.      Bagi golongan Bumi Putera (Pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku dikalangan rakyat, dimana sebagian dari Hukum Adat belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan—tindakan rakyat.
c.      Bagi golongan Timur Asing (bangsa Cina. India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Maksudnya untuk segala warga Negara berlainan satu dengan yang lain. Dapat kita lihat:

a.      Untuk golongan bangsa Indonesia asli
Berlaku Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku dikalangan rakyat, hukum yang sebagian besar masih bellum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal didalam kehidupan kita dimasyarakat.
b.      Untuk golongan warga Negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku kitab KUHP (Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek van Koophandle), dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang:
-          Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pernikahan. Hal ini tidak berlaku bagi golongan Tionghoa. Karena bagi mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke Stand, dan peraturan mengenai pengangkatan anak (adopsi).
Selanjutnya untuk warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa dan Eropa (antara lain India, Arab dan yang lainnya) berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai Hukum Kekayaan Harta Benda (Vermorgensrecht), jadi tidak mengenai Hukum Kepribadian dan Kekeluargaan (Personen en Familierecht) maupun yang mengenai Hukum Warisan.
Untuk memahami keadaan Hukum Perdata di Indonesia perlulah kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal yaitu pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1.      Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana dan Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-Undang yaitu Kodifikasi).
2.      Untuk golongann bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda (sesuai azas Konkordinasi).
3.      Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan Timur asing (yaitu Tionghoa, Arab dan lainnya) jika  ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
4.      Orang Indonesia asli dan Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukkan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
5.      Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan pedoman tersebut diatas, di zaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undangan Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti Pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
-          Perjanjian kerja perburuhan: (staatblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306)
-          Dan beberapa pasa dari WVK (KUHD)yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (stratsblat 1933 no 49)
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
-          Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74)
-          Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 57 berhubungan dengan no 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara, yaiitu:
-          Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
-          Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
-          Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
-          Ordonansi tentang Pengangkatan di Udara (Staatsblad 1938 no 98).

1.3             Sistematika Hukum Perdata
Sitematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:
Buku I             : Berisi mengenai orang. Didalamnya diatur Hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II            : Berisi tentang hal benda. Dan didalamnya diatur Hukum Kebendaan dan Hukum Waris.
Buku III           : Berisi tentang hal perikatan. Didalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbale balik antara orang-orang dan pihak tertentu.
Buku IV           : Berisi tentang pembuktian dan daluwarsa. Didalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.

Pendapat yang kedua menurut ilmu Hukum/Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
                                    I.            Hukum tentang diri sendiri (Pribadi)
Mengatur masnusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang perihala kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
                                  II.            Hukum Kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu:
-          Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.

                                III.            Hukum Kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang.
          Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Muthlak dan hak yang berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak Muthlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak muthlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak muthlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
-          Hak seorang pengarang atas karangannya.
-          Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak muthlak saja.

                               IV.            Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia sudah meninggal. Dismaping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.


Sumber: Aspek Hukum Dalam Bisnis, Nettje F. Katuuk. Universitas Gunadarma.






No comments:

Post a Comment

About