1. Hukum Perdata
yang Berlaku di Indonesia
1.1
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Sejarah membuktikan
bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak terlepas dari
sejarah Hukum Perdata di Eropa.
Bermula di benua
Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya hokum tertulis dan hukum
kebiasaan setempat. Diterimanya hukum perdata romawi pada waktu itu sebagai
hukum asli dari Negara-negara di Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa
kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan
sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya
perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak
puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan
hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804 atas
prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang
bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat disebut “Code Napoleon”,
karena Code Civil des Francais ini adalah sebagian dari Code Napoleon.
Sebagai petunjuk
penyusunan Code Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara
lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu dipergunakan juga Hukum Bumi
Putra Lama, Hukum Jernonia dan Hukum Cononiek.
Dan mengenai
peraturan-peraturan hukum yang belum ada dijaman Romawi antara lain masalah
wessel, asuransi dan badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman
baru pada abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri
dengan nama “Code De Commerce”.
Sejalan dengan adanya
penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon
menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingericht Voor het Koninkrijk Holland” yang
isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk
dijadikan sebagai Hukum Perdata di Belanda (Netherland).
Setelah berakhirnya
penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811,
Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda
(Nederland).
Oleh karena
perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland)
dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kordifikasi
dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan
terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van Koophandle) ini
adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama
dengan Code Civil des Francaisdan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948,kedua
produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas Koncordantie
(azas Politik Hukum).
Sampai sekarang kita
kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH
Dagang untuk WVK (Wetboek van Koophandle).
1.2
Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata
Yang dimaksud dengan
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di
masyarakat.
Perkataan Hukum
Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat
juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Perdata.
Untuk Hukum Privat
materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh
karena perkataan Hukum Sipil juga digunakan sebagai lawan bagi militer maka
yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan
Hukum Privat materiil (Hukum Perdata materiil).
Dan pengertian dari
Hukum Privat (Hukum Perdata materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan
yang mengatur hubungan antar perseorangan didalam masyarakat dan kepentingan
dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti didalamnya terkandung
hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik dalam
hubungan terhadap orang lain didalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum
Privat materiil, juga dikenal Hukum Perdata formil yang lebih dikenal sekarang
HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat
segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di
lingkungan pengadilan perdata.
Didalam pengertian
sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di
Indonesia
Mengenai keadaan
Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakana masih bersifat
majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab keanekaragaman ini ada 2 faktor
yaitu:
1. Faktor Ethnis disebabkan karena keanekaragaman Hukum Adat di
Indonesia, karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2. Faktor Hostia
Yuridis yang dapat kita
lihat, yang pada pasal 163.I.S yang membagi penduduk Indonesia kedalam 3
golongan, yaitu:
a.
Golongan Eropa
dan yang dipersamakan.
b.
Golongan Bumi
Putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c.
Golongan Timur
asing (bangsa Cina, India, Arab).
Dan pasal 131.I.S
yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang
tersebut dalam pasal 163.I.S diatas.
Adapun hukum yang
diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:
a.
Bagi golongan
Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yan
diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda yang
berdasarkan azas konkordasi.
b.
Bagi golongan
Bumi Putera (Pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum
Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku dikalangan rakyat,
dimana sebagian dari Hukum Adat belum tertulis, tetapi hidup dalam
tindakan—tindakan rakyat.
c.
Bagi golongan
Timur Asing (bangsa Cina. India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan
catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab)
diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara
keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Maksudnya untuk
segala warga Negara berlainan satu dengan yang lain. Dapat kita lihat:
a.
Untuk golongan
bangsa Indonesia asli
Berlaku
Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku dikalangan rakyat, hukum
yang sebagian besar masih bellum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan
rakyat mengenai segala hal didalam kehidupan kita dimasyarakat.
b.
Untuk golongan
warga Negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku
kitab KUHP (Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek van Koophandle), dengan suatu
pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada
bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang:
-
Upacara yang
mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pernikahan. Hal ini tidak berlaku
bagi golongan Tionghoa. Karena bagi mereka diberlakukan khusus yaitu
Burgerlijke Stand, dan peraturan mengenai pengangkatan anak (adopsi).
Selanjutnya untuk
warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa dan Eropa (antara lain
India, Arab dan yang lainnya) berlaku sebagian dari BW yaitu hanya
bagian-bagian yang mengenai Hukum Kekayaan Harta Benda (Vermorgensrecht), jadi
tidak mengenai Hukum Kepribadian dan Kekeluargaan (Personen en Familierecht)
maupun yang mengenai Hukum Warisan.
Untuk memahami
keadaan Hukum Perdata di Indonesia perlulah kita mengetahui riwayat politik
pemerintah Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi
pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131
(I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal
yaitu pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1.
Hukum Perdata
dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana dan Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara
Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-Undang yaitu Kodifikasi).
2.
Untuk
golongann bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda
(sesuai azas Konkordinasi).
3.
Untuk golongan
bangsa Indonesia asli dan Timur asing (yaitu Tionghoa, Arab dan lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka
menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku
bagi mereka.
4.
Orang
Indonesia asli dan Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah
suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukkan ini boleh dilakukan
baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
5.
Sebelumnya
hukum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam Undang-Undang, maka bagi mereka
itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum
Adat.
Berdasarkan pedoman
tersebut diatas, di zaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan
Undang-Undangan Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia
Asli, seperti Pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
-
Perjanjian
kerja perburuhan: (staatblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal
hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306)
-
Dan beberapa
pasa dari WVK (KUHD)yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (stratsblat 1933 no
49)
Disamping itu ada
peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
-
Ordonansi
Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74)
-
Organisasi
tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 57 berhubungan dengan
no 717).
Dan ada pula peraturan-peraturan
yang berlaku bagi semua golongan warga Negara, yaiitu:
-
Undang-Undang
Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
-
Peraturan Umum
tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
-
Ordonansi
Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
-
Ordonansi
tentang Pengangkatan di Udara (Staatsblad 1938 no 98).
1.3
Sistematika Hukum Perdata
Sitematika Hukum
Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang pertama yaitu, dari
pemberlaku Undang-Undang berisi:
Buku I : Berisi mengenai orang. Didalamnya
diatur Hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan
didalamnya diatur Hukum Kebendaan dan Hukum Waris.
Buku III : Berisi tentang hal perikatan.
Didalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbale balik antara orang-orang dan
pihak tertentu.
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan
daluwarsa. Didalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat
hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.
Pendapat yang kedua menurut ilmu Hukum/Doktrin
dibagi dalam 4 bagian yaitu:
I.
Hukum tentang
diri sendiri (Pribadi)
Mengatur masnusia sebagai subyek dalam hukum,
mengatur tentang perihala kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak
sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang
mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
II.
Hukum
Kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang
timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu:
-
Perkawinan
beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan istri, hubungan
antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
III.
Hukum Kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang
dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka
yang dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak dari kewajiban orang itu
dinilaikan dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas
hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak
Muthlak dan hak yang berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan
karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak Muthlak yang memberikan kekuasaan atas suatu
benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak muthlak yang tidak
memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak
kebendaan.
Hak
muthlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
-
Hak seorang
pengarang atas karangannya.
-
Hak seseorang
atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagang untuk
memakai sebuah merk, dinamakan hak muthlak saja.
IV.
Hukum Warisan
Mengatur
tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia sudah meninggal. Dismaping itu
Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan
seseorang.
Sumber: Aspek
Hukum Dalam Bisnis, Nettje F. Katuuk. Universitas Gunadarma.
No comments:
Post a Comment