Apa yang dimaksud dengan Penalaran?
Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua jenis metode dalam
menalar yaitu deduktif dan induktif.
Dalam
penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens)
dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi
Melalui proses penalaran, kita dapat sampai pada kesimpulan yang
berupa asumsi, hipotesis atau teori. Penalaran disini adalah proses pemikiran
untuk memperoleh kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang relevan. Dengan
kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik
kesimpulan.
Penalaran mempunyai ciri-ciri yaitu:
1. dilakukan dengan sadar
2. didasarkan oleh suatu yang sudah diketahui
3. sistematis
4. terarah dan bertujuan
5. menghasilkan kesimpulan yang dapat berupa pengetahuan, keputusan dan sikap terbaru
6. sadar tujuan
7. premis berupa pengalaman, pengetahuan, ataupun teori yang didapatkan
8. pola pemikiran tertentu
9. sifat empiris nasional
Salah nalar ada dua macam:
1. dilakukan dengan sadar
2. didasarkan oleh suatu yang sudah diketahui
3. sistematis
4. terarah dan bertujuan
5. menghasilkan kesimpulan yang dapat berupa pengetahuan, keputusan dan sikap terbaru
6. sadar tujuan
7. premis berupa pengalaman, pengetahuan, ataupun teori yang didapatkan
8. pola pemikiran tertentu
9. sifat empiris nasional
Salah nalar ada dua macam:
1.Salah
nalar induktif, berupa :
·kesalahan
karena generalisasi yang terlalu luas,
·kesalahan
penilaian hubungan sebab-akibat,
·kesalahan
analogi.
2.Kesalahan
deduktif dapat disebabkan :
·kesalahan
karena premis mayor tidak dibatasi;
·kesalahan
karena adanya term keempat;
·kesalahan
karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi; dan
·kesalahan
karena adanya 2 premis negatif.
Fakta atau data yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar.
Pengertian dan contoh salah nalar :
·Gagasan
·Pikiran
·Kepercayaan
·Simpulan
yang salah, keliru, atau cacat.
Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis misalnya. Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita persoalkan disini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan karena materi dan proses penalarannya yang merupan kesalahan formal. Gagasan, pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut sebagai salah nalar.
Bagaimana syarat-syarat
kebenaran dalam penalaran?
Jika
seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan
kebeneran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat-syarat dalam menalar dapat
dipenuhi.
·Suatu
penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang
akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
·Dalam
penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua
premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar
secara formal maupun material.
Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan –
aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang
dijadikan sebagai premis tepat.
Apa saja jenis metode dalam menalar?
1. Penalaran
Deduktif
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik
kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas
fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi.
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal
umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses
pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau
hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit. Contoh : Masyarakat Indonesia
konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah
kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media
hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan
penanda status social.
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan
secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung
1) Menarik
Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis.
Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan taklangsung.
Misalnya:
1) Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2) Tidak satu pun S adalah P.
(premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
4) Tidak satu pun S adalah P.
(premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
5) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
2) Menarik
Simpulan secara Tidak Langsung
Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak
langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan
dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat
umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan
suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuanyang semua orang sudah
tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin,
semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar
serabut.
Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak
langsung sebagai berikut:
a. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan kategorial adalah silogisme yang terjadi dari
tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan
simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan
premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan
terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan
predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah bijaksana.
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara
premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia.
Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau
term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua manusia tidak bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
a) Silogisme harus terdiri atas tiga
term, yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
Semua atlet harus giat berlatih.
Xantipe adalah seorang atlet.
Xantipe harus giat berlatih.
Term
mayor
= Xantipe.
Term minor
= harus giat berlatih.
Term penengah
= atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di
dinding, dan dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat
ditarik kesimpulan.
b) Silogisme terdiri atas tiga
proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c) Dua premis yang negatif tidak
dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d) Bilah salah satu premisnya
negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai.
Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e) Dari premis yang positif, akan
dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh:
f) Dari dua premis yang
khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g) Bila salah satu premis khusus,
simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
h) Dari premis mayor yang khusus dan
premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis
mayor yang berproposisi kondisional hipotesis.
Kalau premis minornya membernarkan anteseden, simpulannya
membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulan juga
menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
c. Silogisme Alterntif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis
mayor berupa proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu
alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang profesor.
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang profesor.
d. Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk
silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah
diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Ali adalah seorang sarjana.
Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali
adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam
sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya,
sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.
2. Penalaran
Induktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk manarik
kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta –
fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran induktif
tekait dengan empirisme. Secara impirisme, ilmu memisahkan antara semua
pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara empiris,
semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran induktif
ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah
yang berlaku umum.
Contoh : Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny.
Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya.
Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya
pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang
masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan
tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku SMA. Sungguh
(kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut:
1) Generalisasi
Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa
pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang
bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa
“Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah
beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
benar atau tidak benarnya dari generalisasi itu dapat dilihat dari
hal-hal berikut:
a) Data
itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar
simpulan yang diperoleh.
b) Data
itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan
simpulan yang benar.
c) Pengecualian
perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat
dijadikan data.
a. Macam – macam generalisasi
a) Generalisasi
sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar
penimpulan diselidiki. Generalisasi macam ini memberikan kesimpilan amat kuat
dan tidak dapat diserang. Tetapi tetap saja yang belum diselidiki.
b) Generalisasi
tidak sempurana
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk
mendapatkakn kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum
diselidiki.
2) Analogi
Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua
hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:
Nina adalah lulusan akademi A.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1) Analogi dilakukan untuk
meramalkan sesuatu.
2) Analogi diakukan untuk
menyingkapkan kekeliruan.
3) Analogi digunakan untuk menyusun
klasifikasi.
3) Hubungan
Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala
yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel
berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita
temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker
darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga
hubungan antarmasalah, yaitu sebagai berikut.
a) Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan
ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari
satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan
penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat
pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau
kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan
beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin
dihempas angin, dan mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah sakah satu
kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.
Andaikata angin tiba-tiba bertiup. (A), dan hujan yang tiba-tiba
turun. (B), ternyata tidak sebuah manggapun yang jatuh. (E), tentu kita dapat
menyimpulkan bahwa jatuhnya mangga itu disebabkan oleh lemparan anak-anak. (C).
Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut.
Angin
hujan
lemparan mangga jatuh
(A)
(B)
( C)
(E)
Angin
hujan
mangga tidak jatuh
(A)
(B)
(E)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh.
(C)
(E)
Pola-pola seperti terjadi jika dua kasus atau lebih dalam satu gejala
mempunyai satu dan hanya satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi
itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut.[1]
Teh, gula,
garam,
menyebabkan kedatangan semut
(P)
(Q)
(R)
(Y)
Gula, lada,
bawang, menyebabkan
kedatangan semut
(Q)
(S)
(U)
(Y)
Jadi, gula menyebabkan ketadangan semut
(Q)
(Y)
b) Akibat-Sebab
Akibat-Sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang
pergi kedokter. Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi
mirip dengan entimen. Akan tetapi, dalam penalaran jenis akibat-sebab ini,
peristiwa sebab merupakan simpulan.
c) Akibat-Akibat
Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya.
Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Ketika pulang dari pasar, Ibu Sonya melihat tanah di halamannya
becek. Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti
basah.
Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan.
Pola itu dapat dilihat seperti berikut ini.
Hujan
menyebabkan tanah becek
(A)
(B)
Hujan
menyebabkan kain jemuran basah
(A) (C)
Dalam proses penalaran “akibat-akibat”, peristiwa tanah becek (B)
merupakan data, dan peristitwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan Jadi,
karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
(B)
Referensi:
ismayadefi.blogspot.co.id/2011/11/makalah-bahasa-indonesia-penalaran.html?m=1
[1] metode agreement. E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai. Cermat
Bahasa Indonesia. Hal 169. Jakarta: 2006
No comments:
Post a Comment