Apa sih yang dimaksud dengan Etika Profesi? Mungkin
untuk menjawabnya akan jauh lebih mudah apabila kita memahami etika dan profesi
satu persatu terlebih dahulu. Kita tentu sering membaca dan mendengar istilah
“etika” atau bahkan sudah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep
seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Dalam berinteraksi dan bersosialisasi dimasyarakat, kita tahu bahwa
seseorang memerlukan etika sebagai pedoman dalam berkata, berpikir dan
melakukan suatu kebiasaan yang baik, begitu juga dalam mengerjakan suatu
pekerjaan yang digelutinya seseorang harus memiliki standar maupun batasan yang
akan mengatur pergaulan dirinya didalam kelompok sosialnya sebagai self control
untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan
kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi
kebutuhan yang rumit dari manusia, didalamnya pemakaian dengan cara yang benar
akan keterampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya
penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia,
kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang
dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi
tersebut. Sedangkan, yang dimaksud dengan etika profesi adalah sikap etis
sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai
pengemban profesi atau sebagai konsep etika yang ditetapkan atau disepakati
pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu.
Selain sebagai tempat untuk mendapatkan orientasi
kritis yang berhadapan dengan berbagai suatu moralitas yang membingungkan,
etika juga berfungsi untuk menunjukan suatu keterampilan intelektual yakni
suatu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis serta untuk
orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil suatu sikap yang wajar dalam
suasana pluralisme. Etika dapat menolong suatu pendirian dalam beragam suatu
pandangan dan moral, dapat membedakan yang mana yang tidak boleh dirubah dan
yang mana yang boleh dirubah, dapat menyelesaikan masalah-masalah moralitas
ataupun suatu sosial lainnya yang membingungkan suatu masyarakat dengan suatu
pemikiran yang sistematis dan kritis, dan dapat digunakan sebagai dasar pijak
bukan dengan suatu perasaan yang merugikan banyak orang, serta dapat
menyelidiki suatu masalah sampai ke akar-akarnya bukan karena sekedar ingin
tahu tanpa memperdulikannya. Suatu ajaran tentang sopan santun yang perlu kita
lakukan dalam pergaulan bukanlah sebuah etika, melainkan etiket. Etika dan
etiket adalah hal yang menyangkut perilaku manusia. Namun, kedua-duanya
memiliki perbedaan seperti, etika selalu berlaku walaupun tidak ada saksi mata,
bersifat jauh lebih absolut atau mutlak, memandang manusia dari segi dalam dan
Memberi norma tentang perbuatan itu sendiri, sedangkan etiket hanya berlaku
dalam pergaulan. Etiket tidak berlaku saat tidak ada orang lain atau saksi mata
yang melihat, bersifat relatif, hanya memandang manusia dari segi lahiriah
saja, serta etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan oleh
manusia.
Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk
menghindari permasalahan-permasalahan di dunia nyata. Interaksi hubungan dalam
kehidupan masyarakat senantiasa diwarnai dengan penyalahgunaan, pelanggaran,
ataupun penyimpangan. Walaupun telah ada etika sebagai pedoman dalam mengatur
kehidupan masyarakat, namun ada sebagian diantaranya yang tidak taat, atau
menentang dan bahkan membuat pelanggaran terhadap pedoman yang telah ada karena
disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya, kebutuhan individu, kebutuhan
seringkali adalah hal utama yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan
pelanggaran, misalnya seorang pejabat Negara yang melakukan korupsi karena gaya
hidupnya yang menuntut selalu terlihat mewah dan glamor . Tidak adanya pedoman
juga menyebabkan masyarakat dihadapkan pada persoalan yang belum jelas
aturannya, maka mereka melakukan intrepretasi sendiri atas persoalan yang
dialami. Contohnya pembangunan rumah kumuh di pinggir rel kereta api, di bawah
jembatan layang atau di tanah kosong. Hal ini dikarenakan belum adanya perda
ataupun ketentuan mengikat yang memberikan kejelasan bahwa daerah tersebut
tidak boleh ditempati dan dibangun pemukiman liar. Sehingga masyarakat
mengitrepretasikan, bahwa lahan kosong yang tidak digunakan boleh dibuat tempat
tinggal, apalagi mereka bagian dari warga Negara. Sehingga pada saat tiba
waktunya untk membersihkan, maka sudah terlalu komplek permasalahannya dan
sulit dipecahkan. Selanjutnya masih banyak lagi faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pelanggaran etika seperti perilaku dan kebiasaan individu, faktor
lingkungan serta meniru perilaku orang dari efek primordialisme yang kebablasan.Atas pelanggaran-pelanggaran tersebut, terdapat sanksi-sanksi yang
berlaku yaitu berupa sanksi sosial dan sanksi hukum. Apabila sanksi sosial
diberikan oleh masyarakat sendiri, tanpa melibatkan pihak berwenang. Sanksi
hukum justru diberikan oleh pihak berwenang, dalam hal ini pihak kepolisian dan
hakim. Pelanggaran yang terkena sanksi sosial biasanya merupakan kejahatan
kecil, ataupun pelanggaran yang dapat dimaafkan. Misalkan, pada malam hari ada
seorang tamu laki-laki datang berkunjung
dan menginap di rumah tetangga kita Mawar seorang mahasiswi yang hidup
sendiri di rumah kontrakannya. Hal tersebut tentu dapat menimbulkan asumsi
negatif dari orang-orang dilingkungan sekitar tempat tinggal Mawar. Hal
tersebut dianggap sebagai pelanggaran etika dan sanksi sosial yang
diberikan bisa saja berupa teguran dari
pemuka sosial hingga pengucilan dari kehidupan bermasyarakat. Pedoman yang
digunakan adalah etika setempat berdasarkan keputusan bersama. Sedangakan
pelanggaran hukum tergolong pelanggaran berat dan harus diganjar dengan hukuman
pidana ataupun perdata dengan berpedoman kepada KUHP. Misalkan kasus yang belum
lama terjadi mengenai dugaan penerimaan dan pemberian suap hakim Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara yang menyeret nama pengacara
kondang OC Kaligis 2015 lalu. OC Kaligis dikenakan Pasal 6 ayat 1 a Pasal 5 a
dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)
juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Untuk dua orang Hakim
lainnya yakni hakim Amir Fauzi dan hakim Dermawan Ginting juga diduga sebagai
pihak penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau
Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP. Kasus pemberian dan penerimaan suap hakim PTUN Medan ini terungkap
berkat hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Sumatera Utara.
Dengan pelanggaran yang dilakukan OC Kaligus dan dua orang Hakim PTUN Medan
Sumatera Utara tersebut diberikan sanksi hukum, karena dalam hal ini termasuk
kedalam pelanggaran etika profesi yang tergolong pelanggaran berat. Pelanggaran
semacam ini termasuk ke dalam jenis etika normative. Etika normatif adalah
etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan
tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan
normanorma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan
menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang
disepakati dan berlaku di masyarakat. Selain etika normatif, terdapat etika
deskriptif yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai
sesuatu yang bernilai. Artinya etika deskriptif tersebut berbicara mengenai
fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai
suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat
disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai
dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan
manusia dapat bertindak secara etis.
Sumber:
No comments:
Post a Comment